Risiko dalam melakukan kegiatan investasi akan selalu ada, bahkan untuk aset yang terlihat amanpun, ambil contoh deposito, akan selalu ada risiko (meski minim), bisa dari kebijakan bank indonesia yang berubah, inflasi yang lebih besar dari bunga tabungan, keadaan ekonomi, politik, dan lainnya.
Intinya Risiko akan selalu mengikuti, dan akan menjadi bagian dari hidup kita.
Baca: Risiko-risiko dalam investasi
Dengan mengenal risiko investasi dari setiap instrumen investasi yang kita inevstasikan, berbekal itu, kita dapat mencoba mengkalibrasikannya dengan toleransi risiko kita dan juga harapan (ekspektasi) kita.
Baca: Meminimalisir risiko atau memaksimalkan imbal hasil?
Kita coba ambil contoh instrumen investasi di aset saham, jika kita tidak mau uang kita terpapar risiko turun tajam bisa hingga 30% - 80% dari dana yang diinvestasikan, jangan investasi di saham, “tetapi saya pengen juga imbal hasil dari saham yang besar!?”, toleransi risiko kita yang harus dilihat lagi, siap atau tidak?
Apakah hal yang harus dipersiapkan sebelum berinvestasi ke instrumen yang memiliki risiko tinggi sudah disiapkan? seperti misalkan dana darurat, dana tabungan, yang mana dengan adanya cadangan uang, setidaknya bisa membuat kita tidur jika portofolio kita jatuh tajam, dan bisa terus melanjutkan hidup.
Sebagian orang bisa bertoleransi dengan risiko, setidaknya untuk saya, dengan mengambil jalan cara “cuek”, “cuek” dengan risiko, apalagi “risiko” yang disampaikan oleh media, media massa bisa jadi menjual ketakutan, agar klik nambah, tapi secara histori, kejadian yang mungkin hari itu berpengaruh terhadap pasar, jika dilihat secara garis waktu, seakan hanya kedipan saja.
Cuek disini bisa dengan cara melakukan DCA, jadi tidak terpengaruh dengan berita, kondisi, yang hanya akan mengganggu konsistensi jika kita kejar, atau kita jadi ikutan takut jika ada berita yang heboh, dan ujungnya bisa membuat keputusan yang akan kita sesali, misalkan menjual aset investasi yang kita miliki, dan akan kehilangan momentum ketika pasar kembali naik.
Baca: Mengenal profil risiko diri sendiri ketika berinvestasi
Misalkan pandemi, pada bulan maret 2020 pasar jatuh sejatuh-jatuhnya, tapi kemudian kembali lagi kuat, pas bulan maret memang banyak membuat orang panik, tetapi untuk yang cuek, yang tenang, berani dan menjadi kesempatan untuk menginvestasikan dananya, tentunya saat ini dihadiahi dengan imbal hasil yang lumayan.
Besar kecilnya risiko bisa tergantung sudut pandang dan posisi kita saat ini ada dimana, tanpa adanya safety net seperti dana darurat atau tabungan, terkadang bisa menjadi sulit, dan penurunan portofolio bisa menjadi masalah yang besar untuk yang tidak memiliki safety net ini, memikirkan bagaimana ke depan, atau memikirkan keluarga, atau mungkin menjadi panik dan malah menjual ketika pasar sedang turun sehingga menjual dikala rugi.