investasi,

Buy The Dip: lump sum atau dollar cost averaging (DCA), pilih mana?

Melakukan investasi saham, yang kadang bisa turun, buy the dip, menebak harga dari satu saham sudah mencapai bottom, kemudian membelinya, apakah hal itu memungkinkan? bagaimana mengatasi hal ini? pilih mana? dollar cost averaging, atau lump sum?

Deden Fathurahman Deden Fathurahman Follow Jul 21, 2022 · 2 mins read

Sering dengar kalimat ini? “Buy the dip”, yang arti bebasnya kita membeli satu aset, biasanya saham, di harga yang paling bawah, atau kita pikir paling bawah, dan diharapkan akan bisa mendapatkan keuntungan ketika menjual saham dari kenaikan/selisih harga saham dari harga ketika beli.

Baca: Mencoba menebak arah pasar

Tapi apakah kita bisa memperkirakan kapan harga tersebut sudah paling bawah, dan kita bisa beli, dan pertanyaan berikutnya kapan kita jual? karena kita harus benar dua kali.

Baca: Harus benar dua kali

Pertanyaan ini sepertinya sulit untuk dijawab, atau bahkan mungkin tidak bisa dijawab, karena tidak ada yang tahu pasar akan bergerak bagaimana, apalagi gerakan saham secara individu.

Baca: Pasar, bursa saham, ketidak masuk akalan dan semua isi yang ada di pasar saham

Faktor fear, greed, atau mungkin market maker sedang “iseng” membuat offer atau bid yang bisa membuat harga satu saham bergerak naik atau turun.

Dollar cost averaging (DCA)

Di dalam buku yang baru saya baca, Just Keep Buying, Nick Magguilli, membagi DCA dalam 2 tipe, DCA yang dalam skenario dimana misalkan kita memiliki 100 juta, kemudian mencoba menyebar uang tersebut misalkan setiap bulan kita investasi sebesar 10 juta, selama 10 bulan, dan satu lagi DCA yang mana kita memiliki uang, dari gaji misalkan, dan menginvestasikan uangnya setiap bulan.

Baca: Dollar Cost Averaging, investasi dengan mencicil

Dari dua skenario di atas, terlihat sama, tapi sebenarnya berbeda.

Banyak riset yang menunjukkan kalau dengan metode lump sum (menginvestasikan semua dana sekaligus) lebih menguntungkan dibanding dengan DCA, tetapi riset ini banyak yang tidak realistis, secara umum, tidak banyak orang yang memiliki 100 juta bebas, atau menunggu dulu terkumpul 100 juta baru melakukan investasi.

Jika memang memiliki 100 juta, dari jual mobil, rumah, atau apapun, memang sangat disarankan untuk langsung menginvestasikan dana tersebut, dan dalam buku Just Keep Buying tersebut, secara data, memang tidak disarankan melakukan DCA seperti skenario pertama, jadi, lakukan lump sum.

Konsisten

Untuk yang tidak memiliki uang sebesar itu, DCA tetap lebih baik, jika kita dapat gaji bulanan, kita investasikan uang tersebut setiap bulannya, secara rutin, berinvestasi dengan cara “mencicil.

Baca: Hal yang bisa kita kontrol ketika berinvestasi (saham, etf, atau reksa dana)

Di sini DCA bisa menjadi lebih baik daripada lump sum dengan menunggu uang kumpul dulu, karena konsistensi menjadi kunci dalam keberhasilan investasi dan juga tujuan keuangan yang kita miliki.

Baca: Index Investing (investasi Pasif)

Dan untuk menghindari tebak-tebakan saham mana yang akan naik (atau turun), saya pribadi lebih memilih membeli indeks, dalam bentuk ETF, yang mana indeks akan berisi saham-saham yang ada didalam indeks yang dimaksud, jadi, kita membeli saham secara borongan yang dikemas dalam satu produk, ETF (bisa kunjungi blog investasietf.com untuk pendekatan saya terhadap produk ETF).

Join Newsletter
Get the latest news right in your inbox. We never spam!
Deden Fathurahman
Written by Deden Fathurahman Follow
Writer at Seputar Finansial, engineer, love technology and geeking about finance, intertwine both world.
Read next

Skeptisme tentang Robo Advisor

Ada beberapa layanan broker investasi, terutama untuk yang menyediakan produk-produk reksa dana, yang menawarkan didalam aplikasinya ...

In investasi, Feb 15, 2023